
Wajo, Celoteh.Online – Anggota DPRD Kabupaten Wajo menerima aspirasi DPC MOI Kabupaten Wajo terkait program persuteraan di Bumi Lamaddukelleng yang di nilai ‘Mangkrak’.
Didepan penerima aspirasi, Ketua DPC MOI Wajo, Marsose Gala membeberkan sejumlah aset pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo yang dibangun untuk mendukung program pengembangan sutera di Kabupaten Wajo tidak difungsikan sama sekali.
Baca Juga : Anggota DPRD Wajo Sudirman Meru Apresiasi Pelatihan Pencarian dan Pertolongan Basarnas
Selain itu, MOI juga menyoal anggaran pengolahan lahan murbei di Desa Ujungnge Kecamatan Tanasitolo.
“Kami menemukan banyak aset persuteraan yang dibeli dengan anggaran besar, namun tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Ada mesin pemintal dan mesin pencelupan sutra yang bertahun-tahun hanya tersimpan di gudang,” ujar Marsose.
Ia menyebut, kondisi tersebut mencerminkan lemahnya perencanaan dan pengawasan dalam program pengembangan persutraan di Kabupaten Wajo.
“Ini bukan hanya soal alat, tapi juga sistemnya. Tidak ada kesinambungan antara pengadaan mesin, ketersediaan bahan baku, dan pendampingan kepada petani murbei maupun ulat sutra,” tegasnya.
Baca Juga : Hadiri Pendampingan Hukum LHP Desa, Wakil Ketua DPRD Wajo Minta Pemerintah Desa Perkuat Akuntabilitas
Marsose juga menyoroti pengalihan anggaran sebesar Rp1,2 miliar yang awalnya diperuntukkan bagi pengadaan laboratorium indukan sutera, namun dialihkan ke kegiatan lain yang tidak berkaitan langsung dengan sektor persutraan.
“Pengalihan anggaran ini bertentangan dengan rekomendasi BPK. Bahkan indukan sutra yang masih berada di BRIN terancam punah karena tidak dilanjutkan,” katanya.
Selain itu, MOI DPC Wajo turut menilai sejumlah program seperti pengolahan lahan murbei, pembangunan rumah ulat, serta sumur bor bernilai ratusan juta rupiah tidak memberikan dampak nyata karena tidak dimanfaatkan secara optimal.
“Ironisnya, ketika petani kesulitan bahan baku, justru ada pihak asing yang diberi ruang membeli kokon. Sementara mesin milik pemerintah dan pengusaha lokal dibiarkan mangkrak,” tambah Marsose.
Baca Juga : Pansus DPRD Wajo Matangkan Ranperda KIP, Dorong Transparansi hingga Tingkat Desa
Dia pun meminta agar DPRD Wajo segera melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan menghadirkan semua pihak terkait. Termasuk pejabat aktif dan mantan pejabat yang terlibat dalam program persuteraan.
Menanggapi aspirasi tersebut, Herman Arif mengaku jika persoalan murbei ini beberapa diantaranya telah ditangani aparat penegak hukum (APH).
Namun begitu, Ketua Komisi II DPRD Wajo ini menyatakan komitmennya untuk segera menindaklanjuti laporan yang disampaikan MOI DPC Wajo.
“Aspirasi ini akan kami sampaikan kepada pimpinan DPRD untuk segera ditindaklanjuti dengan menggelar RDP dalam waktu dekat, tapi untuk yang sudah berproses hukum tentu kita tidak bisa masuk lebih jauh karena itu sudah rana APH,” ujar Herman Arif.
Selain itu legislator Gerindra yang akrab disapa Bimbim ini juga mengajak aspirator untuk melakukan peninjauan lapangan agar persoalan dapat dilihat secara objektif.
“Turun ke lapangan ini bukan untuk mencari kesalahan, tetapi bagaimana mencari solusi agar aset-aset tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal demi kepentingan masyarakat,” tegasnya.
(Humas DPRD Wajo)

Tinggalkan komentar