
Jakarta, Celoteh.Online – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan, pemerintah tidak akan memberikan izin pembangunan bagi lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan kondisi fisik di lapangan.
Langkah ini dilakukan sebagai upaya menjaga lahan pertanian, terutama sawah produktif, agar tidak beralih fungsi yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional.
Baca Juga : JMSI dan ACJA Bahas Kolaborasi Media dan Smart City di Balai Kota Jakarta
“Sekarang kami membuat tracking di mana kalau itu fisiknya masih sawah, meskipun RTRW-nya sudah tidak digunakan sebagai sawah, tetap tidak kami kasih izin. Demi apa? Demi menjaga dan mengendalikan alih fungsi lahan sawah,” kata Nusron Wahid di Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Nusron menjelaskan, hingga saat ini terdapat 314 kabupaten/kota yang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)-nya belum mencantumkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).
“Kalau tidak sesuai dengan RDTR, kita sesuaikan. Karena lahan sawah dilindungi (LSD) sebetulnya wujudnya ada dua,” ujarnya.
Ia memaparkan, jenis pertama yakni sawah yang secara fisik sudah berubah fungsi, tetapi dalam peta masih tercatat sebagai sawah. Kondisi ini, kata Nusron, akan ditertibkan dan dirapikan datanya oleh Kementerian ATR/BPN.
Baca Juga : JMSI Sulsel Jajaki Peluang Kerja Sama dengan REI terkait 3 Juta Rumah Subsidi
“Kalau memang sudah tidak sawah ya sudah kita hapus. Sehingga tidak perlu ada lagi izin LSD,” ujarnya.
Sedangkan jenis kedua, lanjutnya, adalah lahan yang secara fisik masih sawah namun dalam RTRW sudah tidak lagi ditetapkan sebagai kawasan pertanian.
“Yang model seperti ini akan kita minta untuk melakukan reviu RTRW-nya agar dikembalikan fungsinya menjadi sawah. Karena kalau sawahnya hilang, nanti kita tidak bisa produksi pangan yang melimpah,” jelasnya.
Sebelumnya, Nusron juga mengingatkan pemerintah daerah untuk segera memperbarui RTRW dan mempercepat penyusunan RDTR sebagai pedoman arah pembangunan wilayah.
Ia menilai, RTRW saja tidak cukup menjadi dasar pengambilan keputusan karena sifatnya masih terlalu umum.
Baca Juga : JMSI dan ACJA Dirikan Rumah Wartawan Tiongkok-Indonesia
“Kalau pembangunan hanya mengandalkan RTRW, pengambilan keputusan, terutama pemanfaatan tata ruang, akan bias. Karena itu, dari RTRW kabupaten/kota kita turunkan lagi menjadi RDTR,” kata Nusron.
Nusron menambahkan, percepatan RDTR menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah agar pemanfaatan ruang dapat lebih terarah dan mendukung pembangunan berkelanjutan.(*)


Tinggalkan komentar