
Makassar – Celoteh.Online – Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal yang dilakukan Perumda Air Minum (PDAM) Kota Makassar meninggalkan luka bagi sejumlah mantan pegawai kontrak. Mereka mengaku baru saja menandatangani perpanjangan kontrak pada Maret 2025 lalu, namun hanya berselang dua bulan, kontrak itu dibatalkan secara sepihak.
Umbar Joko Nasrioni (47), salah satu dari 209 pegawai yang terkena PHK, mengaku terkejut dengan pemecatan tersebut. Ia mengatakan baru saja menerima surat keputusan (SK) perpanjangan kontrak dan bahkan telah masuk dalam daftar calon pegawai tetap dengan status 80 persen.
Baca juga : Kerugian Rp5,5 Miliar, PDAM Makassar Didorong Efisiensi Pegawai
“SK perpanjangan saya habis tanda tangan di bulan 3 kemarin. Terus ada SK ku lagi pengangkatan 80 persen, masuk namaku, tapi dibatalkan lagi. Itu yang saya kecewa,” ujar Umbar saat ditemui, Senin (2/6/2025).
Ia juga mempertanyakan keputusan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PDAM, Hamzah Ahmad, yang disebutnya tidak memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pemutusan kontrak pegawai.
“Seharusnya kan Plt tidak bisa membatalkan,” ucapnya.
PHK Datang Saat Bekerja di Lapangan
Umbar mengisahkan, pemutusan kontrak terjadi saat ia masih bekerja di lapangan sebagai petugas pencatat meteran air. Menurutnya, pemberitahuan PHK dilakukan mendadak dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Baca juga : Efisiensi Biaya, PDAM Makassar Permanenkan Pemutusan Kontrak 400 Pegawai
“Saya lagi kerja di lapangan, lagi selesaikan sisa-sisa meteran yang belum saya foto. Tiba-tiba dari kantor ada pemberitahuan seperti itu,” katanya.
Ia menambahkan, dari 209 pegawai yang di-PHK, masih ada sekitar 90 orang pegawai kontrak yang tidak terdampak. Hal ini membuatnya mempertanyakan keadilan dalam kebijakan tersebut.
“Seharusnya kalau mau adil, satu kali semua. Jangan ada yang disimpan-simpan. Kita tahu sendiri di PDAM, tidak ada dekkeng, setengah mati,” tegasnya.
Diskriminasi dan Masa Depan yang Tak Pasti
Kekecewaan juga datang dari mantan pegawai berinisial A (43), yang mengaku kehilangan satu-satunya sumber penghasilan untuk keluarganya. Ia menyebut bekerja di PDAM selama ini cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur, meski gajinya hanya Rp 2,4 juta per bulan.
“Masih pusing ini cari cara untuk kebutuhan sehari-hari,” kata A dengan suara berat.
Sebagai petugas lapangan yang menangani kebocoran pipa, A menyebut pekerjaannya tidak ringan. Ia sering kali harus menyelam ke got untuk memperbaiki pipa rusak. Namun harapan untuk kehidupan yang lebih baik sirna saat ia menerima SK 80 persen pada Maret, lalu dibatalkan dan diikuti dengan PHK.
Baca juga : Suplai Air PDAM Makassar Terganggu, Endapan Lumpur di Sungai Lekopancing Jadi Penyebab
“Itu sudah terbit, malah tiba-tiba langsung dibatalkan jadi tenaga kontrak kembali. Jadi tidak sempat saya nikmati gaji 80 persen,” jelasnya.
Kini, A hanya berharap ada kenalan yang dapat membantunya memperoleh pekerjaan baru. Ia mengaku belum sanggup menjelaskan kepada anak-anaknya alasan ia tidak lagi bekerja.
“Belum bisa saya jawab pertanyaannya anak-anak,” katanya lirih.
Langkah PDAM dan Latar Belakang Kebijakan PHK
PDAM Makassar sendiri telah menyampaikan bahwa kebijakan PHK diambil sebagai bagian dari penertiban kepegawaian, menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Sulsel terkait dugaan kerugian negara hingga Rp 2,1 miliar. Direktur Utama PDAM Makassar, Hamzah Ahmad, menyebut perekrutan sejumlah pegawai kontrak tidak sesuai prosedur, dengan beban gaji mencapai Rp 126 juta per bulan selama 18 bulan terakhir.
PHK dilakukan secara bertahap, dan hingga akhir Mei, sebanyak 209 pegawai sudah diberhentikan. Evaluasi masih akan terus dilakukan terhadap ratusan pegawai lainnya.
(kontributor : Dwiki Luckinto Septiawan)


Tinggalkan komentar