
MAKASSAR – Celoteh.Online – Di tengah krisis internal yang menjerat Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumda Air Minum/PDAM) Kota Makassar, upaya pembenahan mulai menampakkan bentuk konkret. Melalui kajian hukum resmi dari Lembaga Otonomi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat – Yayasan Bina Persaudaraan Mandiri Makassar (LOP2M-BPMM), langkah-langkah restrukturisasi yang diambil pemerintah dinilai sah dan konstitusional, sekaligus membuka harapan baru terhadap transformasi layanan air bersih di kota ini.
Baca juga : Efisiensi Biaya, PDAM Makassar Permanenkan Pemutusan Kontrak 400 Pegawai
Kajian hukum yang tertuang dalam Surat Keterangan Nomor 009/SPKS/LOPPM-BPMM/V/2025 itu menilai bahwa pengangkatan Hamzah Ahmad sebagai Plt Direktur Utama PDAM oleh Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) telah dilakukan sesuai dengan Pasal 17 Perda Kota Makassar Nomor 7 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 23 Tahun 2024.
“Langkah ini tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga merupakan bentuk tanggung jawab konstitusional pemerintah terhadap pelayanan publik,” tegas Abdul Kahar Muzakkir, Direktur LOP2M-BPMM.
Dari Kerugian hingga Manuver Hukum: PDAM Bangkit dari Krisis
Krisis ini bermula dari kerugian keuangan sebesar Rp5,5 miliar yang diderita PDAM hanya dalam kurun waktu Januari hingga Maret 2025. Pemerintah bergerak cepat: menunjuk Plt direksi dan Plt dewan pengawas guna memastikan keberlanjutan operasional dan menjaga nilai aset daerah. Langkah ini dianggap penting dan mendesak sebagai bentuk restrukturisasi menyeluruh.
Baca juga : Suplai Air PDAM Makassar Terganggu, Endapan Lumpur di Sungai Lekopancing Jadi Penyebab
Kajian hukum yang disusun LOP2M-BPMM tidak hanya memberikan pembenaran atas langkah hukum yang diambil, tetapi juga memetakan argumen normatif mengenai hakikat reformasi yang kini tengah digagas.
Efisiensi Bukan PHK: Rasionalisasi dan Kewajaran Kontrak
Salah satu isu yang mencuat di publik adalah kekhawatiran akan PHK massal akibat langkah efisiensi. Namun dalam kajiannya, LOP2M-BPMM menegaskan bahwa kebijakan yang diambil bukanlah bentuk pemutusan hubungan kerja sepihak.
“Ini bukan PHK sepihak, melainkan penyesuaian manajerial berbasis rasionalitas hukum,” jelas Kahar.
Dijelaskan bahwa efisiensi yang dilakukan berupa tidak memperpanjang kontrak kerja pegawai yang telah habis pada Mei 2025, serta evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pegawai kontrak lainnya. Langkah ini dinilai sah secara hukum, berdasarkan Pasal 61 UU Ketenagakerjaan dan PP Nomor 35 Tahun 2021.
Baca juga : Fokus Turunkan NRW, MaKaPro Libatkan PDAM Mamminasata Gelar Pelatihan Pertama
Kajian tersebut juga menyoroti rasio pegawai yang membengkak, yakni 7,76 pegawai per 1.000 pelanggan, jauh melampaui standar ideal 5:1.000. Pembengkakan ini dianggap sebagai beban struktural yang tak sehat dan berdampak pada efisiensi layanan kepada masyarakat.
“Reformasi membutuhkan ketegasan dan data. Ini tentang masa depan layanan air bersih di Makassar, bukan semata soal internal organisasi,” lanjut Kahar.
Kajian Hukum sebagai Rujukan Kebijakan dan Publik
Surat keterangan yang dikeluarkan LOP2M-BPMM tidak hanya menjadi pembelaan terhadap kebijakan pemerintah, tetapi juga mendorong diskursus publik yang sehat. Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa analisis dilakukan dengan metode normatif, serta bertujuan mencerahkan arah kebijakan PDAM agar lebih akuntabel dan transparan.
“Kami berharap kajian ini menjadi rujukan yang objektif bagi semua pihak dalam melihat isu PDAM secara menyeluruh dan adil,” pungkas Kahar.
(kontributor : Dwiki Luckinto Septiawan)


Tinggalkan komentar