
Celoteh.Online – Menjadi penghafal kitab suci Al-Qur’an adalah status yang sangat mulia. Kini di negeri Muslim Indonesia semakin ramai orang tua yang mengirim putra-putri mereka ke pondok pesantren, pondok tahfiz atau rumah tahfiz untuk digembleng menjadi hafiz (pria) atau hafizah (wanita) walau harus berpisah jarak dengan mereka.
Misalnya ada yang mengirim anak-anak mereka ke luar pulau, luar provinsi, luar kabupaten, luar kecamatan, dan luar desa demi tujuan mulia ini.
Di Kelurahan Bulete, Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan terdapat sebuah sekolah menengah atas –sekolah negeri, sekolah umum pula–yang mengelola sebuah kelas tahfiz, sebuah hal langka mengingat dunia tahfiz identik dengan pesantren dan madrasah!

Kelas Tahfiz di UPT SMAN 6 Wajo telah beroperasi selama 4 tahun. “Kelas Tahfiz dimulai pada Tahun Pelajaran 2021/2022, sudah berjalan empat tahun,” ujar Kepala UPT SMAN 6 Wajo Yusrianto, S.Pd., M.Pd. dalam wawancara khusus Selasa malam (20/05/2025).dengan penulis.
Dunia hafal-meghafal ayat-ayat suci kini semakin mendapat perhatian publik. Kerap kita melihat pengumuman penerimaan mahasiswa baru misalnya di PTN-PTN yang mengakomodasi para hafiz/hafizah dapat menembus Prodi Pendidikan Dokter misalnya.
Atau pengumuman tentang penerimaan calon anggota militer dan anggota kepolisian yang memberi ruang bagi mereka para penghafal Al-Qur’an.
Ditanya soal siapa pelatih para hafiz di Smanawa –nama beken SMAN 6 Wajo– Yusrianto menyebut bahwa mereka dibina oleh Ustaz Muh. Fikri Haekal, S.H.I., M.H.I. bersama tiga guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 6 Wajo dan seoorang guru lainnya sebagai penanggung jawab yakni Wakasek Penjaminan Mutu Nurdin S.Pd., M.Pd.

Lalu apa kriteria siswa yang bergabung di Kelas Tahfiz Smanawa? Yusrianto pun membeberkan bahwa mereka harus memiliki azzam atau niat yang kuat untuk menghafal Al-Qur’an. Kemudian mendapat persetujuan orang tua.
“Bisa membaca Al-Qur’an. Bersungguh-sungguh mencapai target hafalan. Dan diutamakan yang telah memiliki hafalan dari sekolah atau tingkatan sebelumnya.”
Penulis yang awam perkara dunia tahfiz mencoba bertanya soal metode pelatihan hafiz yang diterapkan oleh sekolah yang merupakan transformasi dari sekolah swasta SMA PGRI Siwa ini dan selanjutnya bernama SMAN 1 Pitumpanua, SMUN 1 Pitumpanua dan kini SMAN 6 Wajo.
“Tidak ada metode menghafal khusus yang digunakan. Metode menghafal dikembalikan kepada siswa masing-masing. Yang penting target minimal bisa tercapai yaitu minimal satu blok per hari. Atau satu juz per semester.”
Lalu menurut Yusrianto beberapa program tahfiz yang dijalankan adalah Tahsin/Pelajaran Tajwid bagi peserta baru (Kelas X), Stor Hafalan dan Murojaah dua jam per hari,
Karantina Tahfiz tiga kali setahun dengan 3-4 hari pelaksanaan karantina. Ada pula Ujian Hafalan (Tasmi’), Tarbiyah (Pembinaan Akhlak dan Wawasan Keislaman).
Penulis mencoba mengendus informasi perihal para jebolan Kelas Tahfiz Smanawa dan kiprah mereka. Apakah ada alumni Tahfiz yang kuliah di Kedokteran dan lulus TNI/Polri?
Diperoleh keterangan bahwa alumni pertama tahun lalu, ada satu orang hafiz 30 juz berencana lanjut menuntut ilmu di kota Kairo (Mesir) dan saat ini sedang studi di Akademi Bahasa Arab.
Tetapi belum ada yang mendaftar di kepolisian atau TNI. Terang Yusrianto. “Tahun ini ada seorang alumnus yang mencapai target hafalan dua puluh delapan juz yang sedang mendaftar TNI.”
“Jadi kita belum bisa mengukur, ada tidaknya signifikansi manfaat kegiatan tahfiz di Kedokteran atau di TNI/Polri.”
Bagaimana cara Anda menjenamakan SMAN 6 Wajo sebagai sekolah umum dengan Kelas Tahfiz? Tanya saya.
“Branding dilakukan melalui media sosial. Memosting setiap kegiatan tahfiz mulai dari kegiatan pengukuhan, murojaah, ujian, rihlah, sampai pada kegiatan penamatan.
Melakukan sosialisasi ke sekolah serapan. Mencarikan peluang kepada siswa tahfiz untuk menjadi imam salat tarawih pada bulan Ramadan. Serta melakukan kegiatan musabaqah atau lomba keagaman antar-SMP/MTs.”

Ditanya sekiranya terdapat siswa yang memulai dari awal menghafal Al-Quran di Smanawa dan bukan merupakan lanjutan dari pesantren, Yusrianto menyebut para peserta Kelas Tahfiz kebanyakan dari SMP atau MTs yang memulai hafalan dari nol.
“Siswa yang dari pesantren tiap tahunnya tidak lebih dari sepuluh orang. Meskipun capaian hafalan terbaik adalah mereka yang berasal dari pondok pesantren!”
Ya, sebuah hal yang unik: sekolah umum mengelola Kelas Tahfiz! Kelas Tahfiz SMA Negeri 6 Wajo awalnya dibentuk karena tiga alasan. Yusrianto berkisah.
Pertama animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di pondok pesantren atau sekolah yang memiliki perhatian terhadap agama meningkat tajam sejak terjadinya wabah COVID-19.
Kedua untuk menfasilitasi siswa yang memiliki hafalan dari SMP/MTs agar hafalan mereka tidak hilang. Atau menfasilitasi siswa yang berminat untuk kegiatan tahfiz.
Ketiga menangkap peluang dibukanya fasilitas bagi para hafiz di perguruan tinggi, baik melalui jalur prestasi atau pun beasiswa bagi penghafal Al-Qur’an.
Mau jadi hafiz? Di Smanawa saja! (Kontributor: Abdul Wahab Dai)
Sumber Foto: Mediasi Smansix

Tinggalkan Balasan ke Menjelang Idul Adha, Peternak di Wajo Keluhkan Penurunan Penjualan Sapi Kurban – Celoteh Online Batalkan balasan