Bantaeng,– Celoteh.online – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali menerjang kawasan industri nikel Bantaeng. Pada Senin, 21 April 2025, sebanyak 15 buruh dari PT Huadi Wuzhou Nickel Industry—anak usaha dari PT Huadi Group—resmi kehilangan pekerjaan mereka. PHK ini bukan yang pertama, melainkan kelanjutan dari rentetan pemutusan kontrak yang telah terjadi sejak akhir 2024.

Muhammad Awaluddin, salah satu buruh yang baru saja di-PHK, menyuarakan kekecewaannya. “Saya merasa dirugikan oleh PHK yang dilakukan oleh perusahaan. Saya sudah bekerja tiga tahun setengah dan merasa masih ingin bekerja karena masih banyak tanggungan yang perlu saya bayarkan,” tuturnya.

Baca juga : PLTU Dituding Merusak Lingkungan dan Mata Pencaharian Warga Konawe Bersaksi di Pengadilan

Dari catatan yang dihimpun, sepanjang Desember 2024 hingga April 2025, total 73 buruh telah kehilangan pekerjaan. Dimulai dengan 19 orang pada Desember, kemudian 15 orang di awal Januari, disusul 24 orang pada Maret, dan kembali 15 orang di bulan April.

Ironisnya, PHK terjadi di tengah kondisi kerja yang jauh dari layak. Buruh diminta untuk bekerja dalam sistem shift 12 jam, lima kali dalam seminggu. Ini berarti jam kerja mereka bisa mencapai 60 jam dalam sepekan, melampaui ketentuan maksimal 40 jam yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.

Baca juga : LBH Makassar Desak PN Batalkan Permohonan Eksekusi Itje Siti Aisyah

Namun, meski jam kerja berlebih itu seharusnya dihitung sebagai lembur dan dibayar sesuai aturan, kenyataannya banyak buruh yang tidak pernah menerima upah lembur. Mereka bekerja di luar kontrak jelas, dengan hak-hak normatif yang diabaikan oleh perusahaan.

“Keputusan pemutusan hubungan kerja harus menjadi pilihan terakhir yang dilakukan oleh Perusahaan. Merujuk pada aturan perundang-undangan, perusahaan bersama dengan pekerja, wajib untuk mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja,” kata Hasbi Assidiq, Koordinator Bidang Ekosob LBH Makassar.

Sementara itu, hak upah lembur seharusnya tetap menjadi kewajiban perusahaan, meski pekerja pada akhirnya di-PHK. Upah tersebut adalah hak yang melekat, bukan sesuatu yang bisa diabaikan seiring berakhirnya hubungan kerja.

(Kontributor : Dwiki Luckianto Septiawan)


Eksplorasi konten lain dari Celoteh Online

Dukung kami dengan Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Satu tanggapan untuk “73 Buruh Ter-PHK, LBH Makassar: Ini Pelanggaran Sistematis”

  1. TNI Masuk Ruang Sipil, LBH Makassar Peringatkan Bahaya Pelanggaran HAM – Celoteh Online Avatar

    […] Baca juga :73 Buruh Ter-PHK, LBH Makassar: Ini Pelanggaran Sistematis […]

    Suka

Tinggalkan komentar

celotehmuda