
WAJO – Kasus ijazah palsu yang meyeret Wakil Gubernur Bangka Belitung, Hellyana cukup mencorong dunia akademik. Isu jual beli ijazah di lingkup perguruan tinggi bukan isapan jempol belaka.
Merespon hal tersebut, pengajar di Institut Ilmu Hukum Lamaddukelleng, Martono mengatakan bahwa ijazah palsu di tingkat pendidikan tinggi adalah tindakan yang sangat tidak terpuji.
“Ini adalah kejahatan, menodai integritas akademik,” katanya, saat dimintai keterangannya pada Rabu, 24 Desember 2025.
Menurutnya, polisi harusnya tidak berhenti pada penetapan tersangka Hellyana, melainkan juga mencari aktor-aktor lain yang terlibat dalam lingkaran setan dunia akademik ini. Seperti siapa yang menerbitkan dan mencetak ijazah palsu tersebut.
Baca juga : BPOM Mulai Atensi Peredaran Kosmetik Ilegal di Wajo
“Jika ini terbukti, maka penyelenggara juga terindikasi bisa kena sanksi, mengapa bisa meloloskan ijazah palsu ini,” katanya.
Selain itu, dosen yang mengampuh mata kuliah Tindak Pidana Korupsi dan Hukim Pidana itu mengatakan kasus ijazah palsu dapat dicegah dengan tindakan tegas dari pihak perguruan-perguruan tinggi untuk menjaga marwah pendidikan.
“Sinergi antara validasi sistemik dan pengawasan moral ini krusial untuk memastikan bahwa gelar akademik hanya diperoleh melalui proses studi yang sah, sekaligus melindungi marwah institusi dari eksploitasi politik maupun hukum di masa depan,” katanya.
Baca juga : Sufriadi Arif Tekankan Peran DPRD Sulsel Kawal Preservasi Jalan di Talotenreng Wajo
Sinergi antara validasi sistemik dan pengawasan moral ini krusial untuk memastikan bahwa gelar akademik hanya diperoleh melalui proses studi yang sah, sekaligus melindungi marwah institusi dari eksploitasi politik maupun hukum di masa depan.
Penetapan tersangka terhadap Wakil Gubernur Bangka Belitung, Hellyana, dilakukan oleh Bareskrim Polri melalui Surat Ketetapan nomor S.Tap/S-4/104/XII/2025/Dittipidum tertanggal 17 Desember 2025. Keputusan ini diambil setelah penyidik mengantongi minimal dua alat bukti yang sah, termasuk keterangan saksi, data dari PDDIKTI, serta bukti surat dari Kemendikbudristek yang mengonfirmasi bahwa ijazah tahun 2012 tersebut tidak sinkron dengan masa studi beliau yang baru tercatat dimulai pada tahun 2013. Atas dasar bukti-bukti otentik tersebut, beliau dijerat dengan Pasal 263 dan 264 KUHP terkait pemalsuan dokumen serta pelanggaran UU Sisdiknas, yang menandai babak baru proses hukum menuju meja hijau. (Abdi)

Tinggalkan komentar