Oleh: Yusuf Firmansyah (Akademisi)

Celoteh.Online – Di tengah pusaran disrupsi teknologi, fast-paced society, dan hiruk pikuk globalisasi, Indonesia punya ambisi keren, yaitu Indonesia Emas 2045. Bukan sekadar mimpi siang bolong, tapi visi nyata menjadikan negara kita maju, berdaulat, adil, dan makmur, tepat di usia 100 tahun kemerdekaan.

Pertanyaannya, dalam hype yang serba digital dan modern ini, apa kabar dengan fondasi kita, Pancasila? Apakah dia masih relevan, atau hanya tinggal fosil sejarah? Jawabannya adalah justru Pancasila adalah kompas digital paling akurat yang kita miliki untuk menavigasi masa depan.

Pancasila, lahir dari kearifan lokal bangsa, berfungsi sebagai Ideologi Negara dan Jati Diri Bangsa yang otentik. Di era di mana identitas mudah terfragmentasi oleh echo chamber media sosial dan serbuan budaya asing, Pancasila menjaga agar kita tidak kehilangan arah.

Nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan, adalah filter yang mencegah kita menelan mentah-mentah ideologi yang bertentangan dengan kemanusiaan dan keberagaman. Pancasila memastikan kemajuan kita punya roh Indonesia.

Visi Indonesia Emas 2045 sangat bergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul, yaitu generasi muda yang cerdas, adaptif, dan berkarakter. Di sinilah Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, berperan sebagai fondasi moral. Ketuhanan membentuk integritas dan etika, penting untuk memberantas korupsi dan membangun tata kelola yang bersih. Kemanusiaan menekankan toleransi, penghargaan terhadap HAM, dan penolakan terhadap diskriminasi. Tanpa moralitas yang kuat, kemajuan teknologi dan ekonomi hanya akan menciptakan ketimpangan baru.

Di tengah masyarakat yang semakin terpolarisasi, baik karena isu politik maupun perbedaan preferensi digital, Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menjadi kunci. Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai jika berbagai elemen bangsa sibuk bertikai. Pancasila mengajarkan bahwa Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar slogan, melainkan modal sosial untuk kolaborasi masif.

Kita butuh teamwork lintas suku, agama, dan generasi untuk memajukan infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi. Persatuan adalah energi kolektif bangsa.

Mewujudkan Indonesia Emas butuh kebijakan publik yang akurat dan legitimate. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mendorong demokrasi partisipatif yang sehat. Ini berarti bukan hanya sekadar voting lima tahunan, tetapi melibatkan dialog, musyawarah, dan engagement aktif masyarakat, terutama generasi muda, dalam proses pembangunan. Pancasila mendorong kita mencari solusi yang bijaksana, bukan sekadar menang-menangan dalam perdebatan online.

Pembangunan yang maju tapi timpang bukanlah Indonesia Emas. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah target utama dan koreksi moral bagi pembangunan ekonomi. Sila ini menuntut agar output dari kemajuan, kekayaan, kesempatan, dan akses terhadap teknologi, harus didistribusikan secara adil dan merata, tidak hanya dinikmati oleh segelintir elite atau wilayah tertentu. Keadilan sosial memastikan bonus demografi kita tidak menjadi bencana ketimpangan.

Di era post-truth, di mana hoaks dan misinformasi merajalela, Pancasila memberikan landasan untuk berpikir kritis dan beretika. Sila-sila Pancasila mendesak kita untuk mencari kebenaran, bersikap adil, dan bermusyawarah alih-alih mudah terhasut provokasi. Lebih jauh lagi, saat kita mulai mengimplementasikan Kecerdasan Buatan (AI), nilai-nilai Pancasila harus menjadi panduan dalam merumuskan etika AI agar teknologi yang dikembangkan adil, manusiawi, dan bermanfaat bagi seluruh rakyat.

Singkat kata, Pancasila adalah DNA Bangsa yang membuat Indonesia unik dan kuat. Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, kita tidak butuh ideologi impor. Kita hanya perlu mengaktualisasikan Pancasila dalam tindakan sehari-hari—mulai dari cara kita bersikap di media sosial, bekerja, berdemokrasi, hingga merumuskan kebijakan.

Tantangan ke depan memang besar, tetapi dengan Pancasila sebagai operating system utama, kita punya bekal spiritual, sosial, dan politik yang kokoh untuk terbang tinggi. Jadi, guys, mari jadikan Pancasila bukan sekadar hafalan, tapi gaya hidup menuju Indonesia yang benar-benar emas! []

celotehmuda