Makassar, Celoteh.Online – Dua bulan setelah kebocoran minyak milik PT Vale Indonesia di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, keresahan warga belum juga mereda. Tumpahan minyak yang terjadi sejak 23 Agustus 2025 itu masih menyisakan jejak di danau, sawah, dan aliran sungai, merusak ekosistem serta melumpuhkan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.

Solidaritas Rakyat Korban PT Vale (SORAK) menyebut hingga kini belum ada langkah konkret dan tanggung jawab nyata dari pihak perusahaan maupun pemerintah daerah. Dalam konferensi pers di Makassar, Ketua Aliansi SORAK, Muh Zaid, menegaskan bahwa penanganan di lapangan jauh dari kata tuntas.
(Makassar, Sabtu 25 Oktober 2025)

Baca Juga : Gubernur Sulsel Soroti PT Vale Usai Kebocoran Pipa yang Cemari Sawah Luwu Timur

Zaid menilai narasi yang dibangun PT Vale seolah penanganan telah rampung tidak sesuai kenyataan di lapangan. Ia menuturkan, minyak masih tampak mengendap di beberapa titik hingga ke muara Danau Towuti. Kondisi itu membuat lahan pertanian tidak bisa digarap, sumber air tidak layak digunakan, dan aktivitas nelayan terhenti.

Menurutnya, pencemaran tersebut bukan hanya persoalan lingkungan, tapi juga sosial dan ekonomi. Petani gagal panen, nelayan kehilangan sumber penghidupan, dan warga yang terdampak belum menerima kompensasi yang dijanjikan. Ia juga menuding aparat penegak hukum serta Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melakukan pembiaran terhadap pelaku perusakan lingkungan.

SORAK menuntut langkah hukum tegas terhadap PT Vale Indonesia. Mereka mendesak pemerintah bersama DPRD Luwu Timur menghentikan aktivitas perusahaan hingga seluruh tanggung jawab diselesaikan. “Kami menilai lembaga penegak hukum lamban dalam menangani pelaku perusakan lingkungan,” ujar Zaid.

Baca Juga : Wajo Maradeka Run 2025 : Ajang Silaturahmi di Hari Pendidikan Nasional

Di sisi lain, keresahan nyata juga datang dari warga yang tinggal di sekitar lokasi terdampak. Hamrullah, petani asal Desa Matompi, mengaku lahan pertaniannya kini tergenang minyak, sementara sumber air yang biasa digunakan untuk irigasi tidak lagi bisa dialirkan ke sawah. “Sawah-sawah di sana sudah digenangi minyak. Sumber air ditutup, minyak menggenangi sawah,” keluhnya.

Ia menyebut sedikitnya lima desa kini kehilangan mata pencaharian. Petani, nelayan, hingga peternak sama-sama terdampak. Banyak ternak mati, ikan tak bisa dikonsumsi, dan masyarakat kehilangan sumber air bersih. Bahkan, kata Hamrullah, para nelayan kini dilarang menangkap ikan karena kondisi perairan telah tercemar berat.

Lebih jauh, ia mengungkap bahwa masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses penanganan. Menurutnya, komunikasi hanya berlangsung antara perusahaan, pemerintah daerah, dan kepala desa. “Kami tidak pernah dilibatkan, makanya masyarakat melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran,” katanya.

Hamrullah juga menilai posko aduan yang dibuka perusahaan hanya bersifat formalitas tanpa fungsi nyata. “Pos aduan itu kayak seremoni saja. Kami mau menyampaikan aspirasi pun dibungkam,” tambahnya. Ia bahkan menuturkan, warga sempat diminta membantu penanganan minyak tanpa alat pelindung diri yang memadai.

Baca Juga : Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman Resmikan Masjid An-Nur Sulaiman di Wajo, Santuni 200 Anak Yatim

Sementara itu, pihak PT Vale Indonesia Tbk melalui Head of External Relation, Endra Kusuma, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan langkah penanggulangan sejak hari pertama kejadian. Dari sebelas titik terdampak, enam titik disebut telah selesai ditangani dengan baik dan tidak lagi ditemukan sisa minyak di permukaan air.

PT Vale juga menyatakan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi untuk melakukan pemantauan berkala terhadap kualitas air dan tanah. Data uji laboratorium yang telah diverifikasi disebut akan dipublikasikan secara transparan kepada publik.

Dalam rapat evaluasi yang digelar bersama Menteri Lingkungan Hidup pada 19 Oktober 2025, PT Vale menyampaikan progres terkini, termasuk rencana kerja lanjutan di titik-titik yang masih berproses. “Kami memahami keresahan masyarakat; hal itu menjadi motivasi kami untuk memperkuat kerja lapangan sampai Towuti pulih sepenuhnya,” ujar Endra.

Meski begitu, warga dan kelompok masyarakat sipil tetap menilai penanganan yang dilakukan perusahaan belum menyentuh substansi pemulihan dan keadilan sosial. Hingga kini, Towuti masih menanggung luka ekologis dan ekonomi yang mendalam — menunggu tanggung jawab yang benar-benar nyata dari semua pihak.

Kontributor : Dwiki Luckinto Septiawan


Eksplorasi konten lain dari Celoteh Online

Dukung kami dengan Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar

celotehmuda