
Sinjai, Celoteh.Online – Rangkaian focus group discussion (FGD) yang digelar mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Gelombang 114 Universitas Hasanuddin (Unhas) jurusan Sosiologi menuai antusiasme tinggi dari warga Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulupoddo, Kabupaten Sinjai.
Kegiatan yang dipimpin oleh Alicya Qadriyyah Ramadhani Yaras ini berlangsung di tiga dusun berbeda: Aruhu (29 Juli 2025), Hilalang (31 Juli 2025), dan Mangasa (4 Agustus 2025).
Baca Juga : Desa Lamatti Riaja Terserang Wabah PMK, Mahasiswa KKN-T Unhas Turun Tangan
Selama diskusi, warga dari berbagai lapisan masyarakat hadir untuk membicarakan tema “Analisis Dampak Sosial Pertambangan.”
Dialog berlangsung intens dan interaktif, dengan peserta bergantian menyampaikan pandangan. Darwis, warga Dusun Hilalang, mengaku semakin memahami risiko sosial dari keberadaan tambang.

“Setelah saya mengikuti FGD mengenai dampak sosial dan lingkungan tambang saya jadi mengetahui. Ternyata betul dampak sosialnya sangat banyak ketika ada tambang yang berdiri di sekitar tempat tinggal kita,” ujarnya.
Pandangan lebih kritis disampaikan Muslimin, warga Dusun Cinranae.
“Tambang itu kepentingan elit, warga hanya terkena dampaknya,” tegasnya, menyoroti keraguan terhadap pemerataan manfaat dari aktivitas tambang.
Namun, ada pula suara yang melihat peluang ekonomi dari pembukaan tambang. Irma, warga Hilalang, menyatakan, “Saya sepakat kalau dibuka tambang, namun Pemerintah bertanggung jawab untuk meminimalisir dampak buruknya.”
Menurut panitia, FGD ini dirancang untuk memetakan pengalaman dan kekhawatiran masyarakat terkait pertambangan, mulai dari potensi perubahan mata pencaharian, akses terhadap sumber daya, hingga ancaman konflik sosial.
Baca Juga : Dari Analog ke Digital: Warga Lamattiriaja Masih Ragu, KKN Unhas Dorong Pemahaman Baru
Kehadiran beragam perspektif memperkaya diskusi, menghadirkan narasi yang lebih komprehensif mengenai dilema antara kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan sosial-lingkungan.
Kehadiran mahasiswa KKN jurusan Sosiologi ini dianggap strategis. Mereka tidak hanya membawa perspektif akademik, tetapi juga membuka ruang bagi masyarakat desa untuk mengutarakan pandangan secara kolektif. Warga merespons positif, sementara mahasiswa menjadikan catatan lapangan sebagai bahan dokumentasi akademis.(Kontributor : Dwiki Luckinto Septiawan)


Tinggalkan komentar