
Makassar – Celoteh.Online – Neraca perdagangan Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam satu tahun terakhir menunjukkan kinerja yang stabil dan cenderung positif. Surplus perdagangan tercatat terjadi setiap bulan, mengindikasikan keunggulan ekspor atas impor di provinsi ini.
Baca Juga : Wali Kota Makassar Terima Kunjungan Oditurat Militer dan Kejati Sulsel
Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Sulsel mencatat surplus perdagangan sebesar 63,37 juta USD pada April 2025. Nilai ekspor mencapai 133,99 juta USD, sementara nilai impor tercatat sebesar 70,62 juta USD.
Stabilitas ini sejalan dengan strategi Pemerintah Provinsi Sulsel yang mulai memfokuskan perhatian pada penguatan hilirisasi komoditas lokal. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulsel, Ahmadi Akil, menegaskan pentingnya pergeseran dari ekspor bahan mentah menuju produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi di pasar global.
“Kalau dorong Sulsel melihat potensi dulu. Ada kebijakan Presiden hilirisasi. Jadi agar kiranya didapat nilai efektifitas. Kita dorong hasil pertanian, yang kita ekspor komoditi cokelat, cengkeh itu bagaimana dihilirisasi baru carikan pasar jadi ekspor produk dibanding komoditi,” ujar Ahmadi, Sabtu (14/6/2025).
Baca Juga : Outlet Pertama Mie Gacoan di Sulsel Terancam Ditutup karena Tak Kantongi Izin Bangunan
Komoditas perikanan dan kelautan masih menjadi sektor andalan ekspor Sulsel. Komoditas ini, bersama hasil pertanian dan perkebunan seperti cokelat dan cengkeh, selama ini diekspor dalam bentuk mentah. Namun, pemerintah kini mendorong agar sumber daya tersebut diolah terlebih dahulu di dalam negeri sebelum dikirim ke luar negeri.
Ahmadi menyebut bahwa langkah ini sejalan dengan arahan pemerintah pusat untuk meningkatkan nilai tambah komoditas lokal, sekaligus menjadikan produk Sulsel lebih kompetitif di pasar global.
“Pasti nilai efektifisannya. Memang harus fokus hilirisasi industri,” tambahnya.
Baca Juga : Dugaan Penyimpangan Dana Rp24 Miliar di PDAM Makassar, Kejati Sulsel Mulai Penyelidikan
Ahmadi juga menekankan pentingnya pemetaan pangsa pasar secara akurat. Menurutnya, memahami kebutuhan pasar internasional adalah langkah awal agar proses hilirisasi tidak hanya menghasilkan produk, tetapi juga menjamin bahwa produk tersebut memiliki pasar yang siap menyerapnya.
Dari sisi statistik, data BPS menunjukkan bahwa surplus terbesar dalam setahun terakhir terjadi pada September 2024, dengan nilai ekspor mencapai 163,8 juta USD dan impor hanya 46,46 juta USD, menghasilkan surplus 117,34 juta USD. Sementara itu, surplus terendah tercatat pada Desember 2024 dengan nilai 30,20 juta USD, disebabkan karena nilai impor yang meningkat hingga 140 juta USD, meskipun ekspor juga tinggi pada 170,47 juta USD.
Kinerja perdagangan yang fluktuatif ini memperlihatkan pentingnya diversifikasi produk ekspor dan penguatan sektor pengolahan untuk menjaga kestabilan neraca dagang secara berkelanjutan.
(kontributor: Dwiki Luckinto Septiawan)


Tinggalkan komentar