
JAKARTA – Celoteh.Online – Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah menguatnya sentimen konsumen di Negeri Paman Sam. Menurut pengamat mata uang dan Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, pelemahan ini merupakan respon pasar terhadap data kepercayaan konsumen AS yang mencatat kenaikan di luar perkiraan.
“Data kepercayaan konsumen AS yang kuat meredam kekhawatiran atas ekonomi AS,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Baca juga : Makassar Tampil di Forum Internasional, Bahas Smart City Tangguh Bencana
Data yang dirilis oleh Conference Board menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen di AS meningkat tajam pada Mei 2025, mengakhiri tren penurunan selama lima bulan berturut-turut. Selama periode tersebut, sentimen publik sempat jatuh ke titik terendah sejak masa pandemi COVID-19, dipicu kekhawatiran akan inflasi dan potensi perlambatan ekonomi.
Rupiah Melemah Tipis, JISDOR Tembus Rp16.300
Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah tercatat melemah tipis sebesar 9 poin atau 0,06 persen menjadi Rp16.296 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.287. Sementara itu, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, rupiah juga mengalami depresiasi ke Rp16.300, turun dari posisi sebelumnya Rp16.255 per dolar AS.
Pelemahan ini mencerminkan adanya tekanan pasar terhadap mata uang negara berkembang, seiring meningkatnya daya tarik dolar AS yang mendapatkan dorongan dari optimisme pemulihan ekonomi domestik AS.
Pemulihan AS Didorong Optimisme Domestik dan Manuver Trump
Kenaikan kepercayaan konsumen AS terjadi di tengah ketidakpastian global, terutama menyangkut kekhawatiran inflasi yang muncul akibat potensi kenaikan tarif. Namun, menurut laporan Xinhua, Presiden AS Donald Trump telah mengambil beberapa langkah pelonggaran kebijakan perdagangan, yang membantu meredakan kekhawatiran pelaku pasar.
Peningkatan sentimen ini tidak hanya terjadi pada kelompok tertentu, melainkan merata di seluruh kelompok usia dan tingkat pendapatan, menandakan bahwa prospek pemulihan ekonomi AS dirasakan secara luas oleh masyarakat.
Lebih jauh, optimisme pasar turut didorong oleh negosiasi dagang antara AS dan China, yang dinilai bisa membuka peluang pengurangan tarif. Hal ini menyebabkan reli di pasar saham dan membuat sejumlah perusahaan di Wall Street menurunkan proyeksi risiko resesi.
Fokus Bergeser ke Kebijakan The Fed dan Risalah Rapat
Ibrahim Assuabi menekankan bahwa saat ini perhatian pelaku pasar mulai bergeser ke isyarat kebijakan lebih lanjut dari Federal Reserve (The Fed), serta publikasi risalah rapat terakhir Fed yang dijadwalkan rilis pada Rabu, 4 Juni. Pernyataan para pejabat The Fed dalam beberapa hari ke depan diperkirakan akan memberikan arah baru bagi ekspektasi suku bunga dan arus modal global.
(kontributor: Dwiki Luckinto Septiawan)

Tinggalkan komentar